Rabu, 21 Agustus 2013

SCABIES

Pendahuluan
Scabies adalah penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak dii Indonesia dan cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang ditandai dengan gejala klinis gatal pada kulit. Parasit S. scabiei adalah ektoparasit yang menyerang hewan terutama pada bagian kulit yang dapat menurunkan produksi daging, kualitas kulit, dan mengganggu kesehatan masyarakat (ISKANDAR, 1982., SARDJONO et al., 1998).
Semua hewan ternak dapat terserang penyakit ini pada seluruh tubuh, namun predileksi serangan scabies pada tiap-tiap hewan berbeda-beda, pada kerbau di punggung, paha, leher, muka, daun telinga. Pada kelinci disekitar mata, hidung, jari kaki kemudian meluas ke seluruh tubuh. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kambing dibandingkan pada domba (MANURUNG et al., 1990).
Penyakit scabies pada manusia dapat menimbulkan gejala klinis gatal, oleh karena itu dapat menyebabkan kegelisahan pada penderita. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis terutama di kalangan anak-anak dari masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang tertutup atau berkelompok, dengan tingkat sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah (SARDJONO et al., 1998). Timbulnya penyakit ini disebabkan pola dan kebiasaan hidup yang kurang bersih dan benar, salah satu faktor yang dominan yaitu, penyediaan air yang kurang atau kehidupan bersama dengan kontak yang relatif erat (SUNGKAR, 1991)


PENYEBAB
Scabies, penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. Scabei var homonis, pada babi oleh S. scabie var suis, pada kambing oleh S. scabie var caprae, pada biri-biri oleh S. scabie var ovis. Tungau ini berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang kaki. Dua pasang kaki dibagian anterior menonjol keluar melewati batas badan dan dua pasang kaki bagian posterior tidak melewati batas badan. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur.
Sarcoptes scabie betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama
lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (
HARTADI, 1988).


Keterangan : 1. Anus, 2. Telur, 3. Alat kelamin
Sumber : SUNGKAR, 1991

Gambar 2. Sarcoptes scabiei A. Betina tampak dorsal,
 B. Jantan tampak ventral




SIKLUS HIDUP
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar (FAUST dan RUSSEL, 1977).
Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.  Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Andi, Djuanda.1999).
 Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.

GEJALA
Babi yang menderita scabies memperlihatkan kegatalan ditandai dengan  menggesekkan bagian tubuh yang gatal ke dinding kandang, kulit menjadi tebal, kasar, dan kering. Peradangan pada kulit dapat dilihat dengan adanya papula merah kecil dan eritema, kulit ditutupi oleh lapisan keras keabuan dan membentuk lipatan besar, lesi kulit pada bagian kepala terutama bagian telinga bisa ke ekor dan kaki akhirnya ke seluruh tubuh. Babi muda yang terinfeksi scabies akan terhambat pertumbuhannya (DIRJENAK dan JICA, 1999).
Kambing penderita scabies memperlihatkan gejala gatal-gatal pada kulit, kemudian kulit akan melepuh terutama di daerah muka dan punggung, akhirnya cepat meluas ke seluruh tubuh. Kambing yang terinfeksi penyakit scabies menunjukkan gejala kekurusan, penurunan kualitas kulit, di samping itu dapat menimbulkan kematian (MANURUNG et al., 1992).
Pada kerbau gejala klinis gatal dengan predileksi di punggung, paha, leher, muka, daun telinga bisa sampai seluruh tubuh (Gambar 3). Jika daerah muka terutama sudut mulut terserang maka akan terjadi kesulitan dalam mengambil dan mengunyah pakan sehingga menjadi hewan kurus, sehingga dapat menurunkan produksi daging. Scabies menyebabkan kualitas kulit menurun dan menimbulkan kematian (ISKANDAR et al., 1982).
Pada manusia gejala klinis yang ditimbulkan adalah gatal-gatal terutama pada malam hari (pruritis nokturna), yang dapat mengganggu ketenangan tidur. Gatal-gatal ini disebabkan karena sensitisasi terhadap ekskret dan sekret tungau pada bagian yang terinfeksi yang didahului dengan timbulnya bintik-bintik merah  (rash). Tempat predileksi terutama terjadi pada lapisan kulit yang tipis seperti jari tangan, pergelangan tangan bagian dalam, sikubagian luar, lipatan ketiak depan, pusar, daerah pantat, alat kelamin bagian luar pada laki-laki dan areola pada wanita. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki (KISWORO,1995). Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 cm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ini ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder, di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papula kecil (SUNGKAR, 1991).






Keterangan : A. Permukaan kulit, B. Terowongan pada lapisan tanduk, C. Telur, D. S. scabiei

Sumber : HOEDOJO, 1989

Gambar 1. Sarcoptes scabiei bunting membuat terowongan dan
 bertelur di kulit


DIAGNOSA
Dasar diagnosis scabies adalah gejala klinis, diagnosis scabies dipertimbangkan bila terdapat riwayat gatal yang persisten dengan gejala-gejala klinis seperti yang diuraikan di atas dan konfirmasi agen penyebab tungau, larva, telur atau kotorannya dengan pemeriksaan mikroskopis (SUNGKAR, 1991).
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2001) :
  1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
  2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
  3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
  4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Terdapat beberapa bentuk scabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1991):
1. Scabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Scabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Scabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Scabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4. Scabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama scabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan scabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Scabies Norwegia. Scabies Norwegia atau scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies
biasa, rasa gatal pada penderita scabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Scabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
6. Scabies pada bayi dan anak. Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).
7. Scabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita
penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat
tidur dapat menderita scabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium dilakukan untuk konfirmasi diagnosis S. scabie dapat ditemukan didalam terowongan yang dibuat oleh tungau tersebut. Kemudian diidentifikasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : Mengeluarkan S. skabiei dengan ujung jarum atau skalpel dari bagian terminal terowongan dan memeriksanya dibawah mikroskop setelah lebih dulu dimasukan dalam tetesan KOH 10% yang ditempatkan diatas kaca objek (BINTARI, 1979).
Membuat kerokan kulit di daerah sekitar papula, kemudian dibuat sediaan di atas kaca objek dengan kaca tutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop (Ovedoff, David. 2002).
Membuat tes tinta terowongan dengan cara menggosok papula yang terdapat pada kulit menggunakan ujung pena yang mengandung tinta. Setelah papula tertutup oleh tinta dan didiamkan selama 20 - 30 menit, tinta kemudian diusap/dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes ini dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis-garis zig-zag (HOEDOJO, 1989).




PENGOBATAN
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu:
1. Permetrin. Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher anak
usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih
2. Malation. Malation 0,5 % dengan daasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian
3. Emulsi Benzil-benzoat (20-25 %). Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur. Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam. pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering
5. Monosulfiran. Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2 – 3 bagian dari air dan digunakan selama 2 – 3 hari.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan). Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.
7. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai antiscabies dan antI gataL (http://www.medinfo.co.uk/condition/scabies.html)
Selain itu Pengobatan scabies juga dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan).
Pengobatan pada anjing diberikan cairan asam benzoat atau menteteskan asam benzoat dibagian kemerahan tersebut.Lakukan berulang atau setiap hari sampai terlihat kerak kemerahan mengelupas dan kutu mati terangkat bersamaan kulit yang mengelupas. BerIkan obat minum anti alergi agar anjing tidak terlalu menggaruk yang menjadikan luka pada permukaan kulit.
Apabila sudah terlalu parah berikan suntikan IVERMECTIN.0.2 ml/10 kg berat bdn. Ivermectine tidak dapat diberikan pada anjing collie Berikan antibiotic cefat/sipro 25 mg /kg BB untuk penyembuhan luka yang terjadi infeksi karna bakteri. Untuk memandikan anjing tersebut gunakan shampo yang mengandung ketokonasol dicampur dengan shampoo Hidrocortison
Pengobatan scabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang scabies agar tidak tertular kembali penyakit scabies. Yang terpenting dalam pengobatan scabies, adalah seluruh orang yang tinggal ditempat yang sama dengan penderita juga harus diobati. Semua pakaian, handuk, bantal, kasur harus dijemur dibawah sinar matahari. Tujuannya agar tungau mati karena sinar matahari. Pakaian dicuci dengan menggunakan cairan karbol. Dan bila semua telah dilakukan, terpenting adalah mengubah cara hidup sehari-hari dengan tidak saling meminjamkan pakaian dan barang pribadi lainnya ke orang lain.



KESIMPULAN DAN SARAN

Scabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas terutama dalam lingkungan peternakan rakyat, karena obat yang mujarab seperti ivermectine, asuntol, neguvon sulit didapat dan mahal. Pada manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat tertutup dengan pola kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih rendah, pengobatan dan pengendalian skabies sangat sulit.
Disarankan untuk mencari obat alternatif yang praktis dan bisa dijangkau oleh masyarakat bawah seperti campuran daun delima dan jeruk nipis, campuran bawang merah dan cuka, abu kulit buah labu, campuran daun ketepeng dan minyak tanah, oli bekas dan salep belerang.





















DAFTAR PUSTAKA


Andi, Djuanda.1999.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.FK UI. Yogyakarta

Anonimus. 2003. Penyakit Scabies dan pengobatannya

BINTARI, 1979. Dasar Prasitologi Klinis. PT. Gramedia, Jakarta. hal. 535.

DIRJENAK dan JICA, 1999. Manual Standar Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperative Agency (JICA).

FAUST, E.C. and P.F. RUSSEL. 1977. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 614-617.

HOEDOJO. 1989. Diagnosis Skabies dengan Tinta. Maj. Parasitol. Ind. 2(3&4): 91- 96.

HARTADI, S. 1988. Penyakit Zoonosis pada Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UNDIP. Semarang. hal 8-23.

ISKANDAR, T. 1982. Invasi ulang scabies (Sarcoptes scabiei) pada kerbau lumpur (Bos bubalus) dengan pengobatan salep asuntol 50 WP konsentrasi 2% dan perubahan patologik kulit. Penyakit Hewan. 23: 21- 23.

MANURUNG, J. 1990. Prevalensi kutu, pinjal dan tungau pada kambing dan domba di 4 Kabupaten di Jawa Timur. Seminar Parasitologi Nasional VI dan Kongres Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit (P4I) V. Pandaan, Jawa Timur 23-25 Juni 1990.

SARDJONO, T.W. 1998. Faktor-faktor terhadap keberhasilan Penanggulangan scabies di Pondok Pesantren. Maj. Parasitol. Ind., 11: 33-42.

SUNGKAR, S. 1991. Cara pemeriksaan kerokan kulit untuk menegakkan diagnosis scabies. Maj. Parasitol. Ind. 61-64.

Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa Aksara: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar