Sabtu, 05 Oktober 2013

Trypanosomiasis Pada Sapi



Trypanosomiasis

         Trypanosomiasis (surra) adalah salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa yang merupakan parasit dalam plasma darah yaitu Trypanosoma evansi.

Pengenalan Penyakit
         Trypanosoma evansi dapat menginfeksi berbagai hewan inang yang secara ekonomis bernilai penting. Kuda sangat rentan terhadap penyakit Surra. Hewan lain yang rentan terinfeksi adalah sapi, kerbau, kambing, domba dan rusa, Trypanosoma evansi juga dapat menyerang babi, anjing, kucing dan beberapa jenis hewan liar. Adapun tikus dan mencit merupakan hewan percobaan yang sangat rentan terinfeksi Trypanosoma evansi sehingga digunakan dalam teknik inokulasi untuk mendeteksi infeksi subklinis penyakit Surra. 


Morfologi Trypanosoma evansi
         Penyakit Surra disebabkan oleh protozoa yang merupakan parasit darah, yaitu Trypanosoma evansi. Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah pada fase infeksi akut. T. evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm dan dapat membelah (binary fission) untuk memperbanyak diri. Bentuknya yang khas seperti daun atau kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang panjang sebagai alat gerak. Di bagian tengah tubuh terdapat inti yang mengandung kariosoma (trofonukleus) yang besar dan terletak hampir sentral. Salah satu ujung tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut kinetoplast



Gambar 1. Ilustrasi diagram fitur dasar dari sebuah Trypanasoma

         Trypanosoma evansi hidup dan bergerak dalam plasma darah atau cairan jaringan induk semang. Mereka memanjang, ramping dan meruncing dikedua ujungnya. Para pellicle lapisan luar dari sitoplasma cukup fleksibel untuk memungkinkan tingkat gerakan tubuh. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Permukaan tubuh T. evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka T. evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh T. Evansi.


Siklus Hidup
        Penyakit Trypanosomiasis ditularkan secara mekanik melalui gigitan vektor setelah ia menghisap darah penderita. Trypanosoma segera memperbanyak diri secara biner, setelah memasuki peredaran darah. Dalam waktu pendek penderita mengalami parasitemia dan suhu tubuh biasanya mengalami kenaikan.
         Penularan penyakit Surra antar hewan terjadi melalui darah yang mengandung parasit T. evansi. Penularan yang paling utama terjadi secara mekanis oleh lalat penghisap darah (hematophagous flies). Di Indonesia, vektor penular yang berperan adalah lalat Tabanus, Haematopota, dan Chrysops. Jenis lalat lain seperti Stomoxys, Musca, Haematobia juga dapat menjadi vektor pada saat populasi lalat tersebut meningkat di suatu wilayah. Walaupun penularan terjadi melalui gigitan lalat, tetapi agen T. evansi tidak melakukan perkembangan siklus hidup di dalam tubuh lalat. Hewan karnivora dapat terinfeksi Trypanosoma apabila memakan daging yang mengandung Trypanosoma.

Patogenesis
         Masa inkubasi Trypanosoma evansi adalah 4-13 hari dan diikuti dengan demam. Infeksi parasit ini dapat terjadi melalui luka pada kulit akibat gigitan lalat. Parasit ini masuk ke dalam aliran darah induk semang dan untuk kebutuhan hidupnya parasit ini mengambil gula dalam darah sebagai bahan energy. Selanjutnya parasit ini sampai ke dalam alat-alat tubuh seperti kelenjar limfe, limfa, hati, ginjal dan sumsum tulang. Di dalam alat-alat tubuh tersebut parasit berkembangbiak sehingga mengakibatkan banyaknya eritrosit yang rusak sehingga hospes menderita anemia, terjadi anemia bukan hanya disebabkan oleh peruntuhan eritrosit saja akan tetapi karena pembentukan eritropoiesis itu sendiri terganggu.


Gejala Klinis Pada Sapi
         Setelah melewati masa inkubasi biasanya timbul gejala-gejala umum seperti temperatur tubuh meningkat, lesu, letih dan nafsu makan terganggu. Pada umumnya hewan dapat mengatasi keadaan tersebut meskipun dalam darahnya mengandung parasit dan dapat bertahan bertahun-tahun. Apabila hewan tersebut menjadi sakit maka gejala klinis yang nampak adalah demam naik turun, anemia, cermin hidung kering, keluar cairan dari hidung dan mata, semakin kurus, oedema di bawah dagu dan anggota gerak, bulu rontok dan selaput lendir menguning. Seringkali penderita makan tanah. Apabila Trypanosoma sudah masuk dalam cairan cerebrospinal maka hewan akan menunjukkan gejala syaraf seperti jalan tidak tegap (sempoyongan), berputar-putar, kejang-kejang atau kaku-kaku.

Diagnosa
        Diagnosa Trypanosoma evansi dapat dilakukan dengan menggunakan metode parasitologis diantaranya metode natif, ulas darah tipis, dan mikrohematokrit. selain itu dapat juga digunakan metode serologis dan inokulasi hewan coba.

Pengobatan
Suramin 7=10 mg/kg BB diberikan secara IV
Trypanosidal 5 mg/kg BB diberikan secara subcutan/IM

Rabu, 21 Agustus 2013

KASTRASI PADA ANJING

Latar Belakang
Testis adalah kelenjar kelamin jantan pada hewan. Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini mempengaruhi banyak pola-pola perilaku pada hewan jantan. Salah satu perilaku yang banyak dipengaruhi hormon testosteron adalah perilaku agresi. Setelah kastrasi/neuter, perilaku ini cenderung berkurang banyak (Anonimous,2007) .
Sebenarnya istilah kastrasi/neuter berarti umum, dapat digunakan pada hewan jantan dan betina. Namun dalam penggunaannya, kastrasi/neuter lebih sering merujuk pada hewan jantan. Didunia kedokteran istilah kastrasi juga sering disebut Orchidektomi yang merupakan sebuah prosedur operasi atau bedah dengan tujuan membuang testis hewan. Kastrasi/neuter ini dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (terbius umum) (Anonimous,2008).
Hewan yang akan kastrasi/neuter harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar hewan kastrasi/neuter ketika berumur sekitar 5-8 bulan. Para ahli perilaku hewan menyarankan mengkastrasi hewan sebelum memasuki masa puber, karena dapat mencegah munculnya sifat atau perilaku hewan yang tidak dinginkan. Kebiri/kastrasi juga bisa dilakukan pada hewan-hewan yang lebih tua. Tergantung umur hewan, beberapa tes seperti X-ray, tes darah & urin bisa dilakukan untuk memastikan seekor hewan layak dioperasi atau tidak  (Anonimous,2008).
Banyak keuntungan dari tindakan mengkebiri/mengkastrasi hewan jantan lebih awal (sebelum masa puber). Resikonya timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan hormon testosteron yang dihasilkan testis dapat diperkecil dengan tindakan kebiri/kastrasi.
Salah satu keuntungan mengkebiri/mengkastrasi hewan adalah mencegah kelahiran anak hewan yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi hewan tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik hewan bisa merawat hewan-hewannya dengan maksimal (Anonimous,2008).


Anatomi Testis
            Testis adalah kelenjar kelamin jantan pada hewan, yang dibungkus dengan skrotum. Pada mamalia, testis terletak di luar tubuh, dihubungkan dengan tubulus spermatikus dan terletak di dalam skrotum.
            Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis. Ukuran testis bergantung pada produksi sperma (banyaknya spermatogenesis), cairan intersisial, dan produksi cairan dari sel Sertoli.
            Pada umumnya, kedua testis tidak sama besar. Dapat saja salh satu terletak lebih rendah dari yang lainnya. Hal ini diakibatkan perbedaan struktur anatomis pembuluh darah pada testis kiri dan kanan.
            Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin, Fungsi testis yaitu:
1.      memproduksi sperma (spermatozoa)
2.      memproduksi hormon seks pria seperti testosteron.
Kerja testis di bawah pengawasan hormon gonadotropik dari kelenjar pituitari bagian anterior:
1.      luteinizing hormone (LH)
2.      follicle-stimulating hormone (FSH)

Struktur Testis
Testis dibungkus oleh lapisan fibrosa yang disebut tunika albuginea. Di dalam testis terdapat banyak saluran yang disebut tubulus seminiferus. Tubulus ini dipenuhi oleh lapisan sel sperma yang sudah atau tengah berkembang.
Spermatozoa (sel benih yang sudah siap untuk diejakulasikan), akan bergerak dari tubulus menuju rete testis, duktus efferen, dan epididimis. Bila mendapat rangsangan seksual, spermatozoa dan cairannya (semua disebut air mani) akan dikeluarkan ke luar tubuh melalui vas deferen dan akhirnya, penis. Di antara tubulus seminiferus terdapat sel khusus yang disebut sel intersisial Leydig. Sel Leydig memproduksi hormon testosterone (Anonimous,2008)

ETIOLOGI

Kastrasi adalah membuang organ testis yang merupakan penghasil spermatozoa melalui proses bedah/operasi yang bersifat permanen. Kastrasi dilakukan karena beberapa hal yaitu:
1.      Mengurangi Resiko Tumor & Gangguan Prostat
Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada kucing jarang sekali terjadi. Sebagian besar gangguan pada prostat berhubungan dengan hormon testosteron yang dihasilkan oleh testis. Tindakan kastrasi menyebabkan hewan tidak lagi menghasilkan hormon tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada prostat dapat dikurangi.
2.      Epididimitis
Yaitu suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
3.      Torsio Testis
Torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.
4.      Trauma Testis
Merupakan trauma atu benturan oleh benda tajam atau tumpul yang menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan intratestikular dan berbagai macam derajat ekimosis pada dinding skrotum.
5.      Mengontrol populasi dari hewan dan mencegah penularan penyakit rabies.
6.      Keinginan dari pemilik
Biasanya untuk hewan peliharaan seperti kambing kastrasi dilakukan untuk mendukung proses penggemukan (Anonimous,2008).


Keuntungan dan Kerugian kastrasi
1.    Keuntungan dari kastrasi
Banyak keuntungan dari tindakan mengkebiri hewan jantan lebih awal (sebelum masa puber). Resikonya timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan hormon testosteron yang dihasilkan testis dapat diperkecil dengan tindakan kastrasi. Keuntungan yang lain adalah:
a.       Spraying/Urine marking
Spraying/urine marking adalah salah satu perilaku alami hewan jantan yang tidak di kastrasi. Sebagian besar perilaku ini hilang setelah hewan di kastrasi.

b.      Mengurangi Resiko Tumor & Gangguan Prostat
Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada kucing jarang sekali terjadi. Sebagian besar gangguan pada prostat berhubungan dengan hormon testosteron  yang dihasilkan oleh testis. Tindakan kebiri menyebabkan hewan tidak lagi menghasilkan hormon tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada prostat dapat dikurangi.

c.       Peningkatan Genetik
Beberapa hewan dikastrasi karena mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan hewan-hewan cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah hewan-hewan cacat dapat dikurangi.

d.      Tidak Suka Berkeliaran
Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup jauh. Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina meskipun jaraknya cukup jauh. Kucing jantan yang telah dikebiri cenderung tidak bereaksi terhadap feromon ini dan lebih suka diam di dalam rumah.

e.       Kurang Agresif Terhadap Hewan Lain.
Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini mempengaruhi banyak pola-pola perilaku pada hewan jantan. Salah satu perilaku yang banyak dipengaruhi hormon testosteron adalah perilaku agresi. Setelah kastrasi, perilaku ini cenderung berkurang banyak.

f.       Mencegah Kelahiran Anak Hewan Yang Tidak Diinginkan
Salah satu keuntungan mengkastrasi hewan adalah mencegah kelahiran anak hewan yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi hewan tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik hewan bisa merawat hewan-hewannya dengan maksimal.

2.    Kerugian Kastrasi
a.      Obesitas/kegemukan
Perubahan metabolisme hormon  setelah kastrasi menyebabkan hewan tidak lagi agresif dan lebih suka diam/tidur. Akibat yang sering terjadi setelah kastrasi adalah kegendutan/obesitas. Masalah ini bisa dicegah dengan mengontrol diet dan sering mengajak hewan bermain.
b.      Feline Urinary Syndrome (FUS)
FUS adalah kumpulan berbagai gejala penyakit pada kucing berupa gangguan proses kencing/urinasi pada kucing. Beberapa penelitian di AS menyatakan Kastrasi tidak menyebabkan/mempertinggi resiko FUS pada kucing jantan.
FUS sering terjadi pada kucing jantan yang diberi makanan yang banyak mengandung garam mineral terutama magnesium. FUS dapat dihindari dengan memberikan makanan yang mempunyai kadar Magnesium rendah (Anonimous,2008).

Tekhnik Operasi Kastrasi/Orchidektomi
Persiapan Pra Operasi
             Sebelum operasi Anjing dipuasakan untuk mengosongkan lambung (selama 8-12 jam) guna mencegah terjadinya muntah pada saat pemberian anastesi.

Persiapan Ruangan, Alat dan Bahan serta Obat-obatan
            Sebelum operasi, ruangan operasi harus bersih, peralatan yang dibutuhkan harus disterilisasi, bahan-bahan dan obat-oabatan harus telah tersedia.
            Alat yang digunakan yaitu, spuit 1 ml dan 3 ml, handle scapel, alli’s forceps, gunting lurus dan bengkok, pincet anatomis dan sirrurgis, mosquito forceps, needle holder, duk klem, serta jarum bulat dan segitiga.
            Bahan-bahan yang digunakan yaitu, benang cut gut, chromic dan nilon, tampon steril, dook steril, alkohol 70%, iodium tintur 3%. Obat premedikasi yang digunakan atropin, dan anestesi umum digunakan adalah ketamin dan xylazin, antibiotik yang digunakan procaine penisilin, salap SWAT serta obat supportif (vitamin B).

Premedikasi dan anestesi
            Premedikasi yang digunakan adalah atropin atau sejenisnya dengan dosis disesuaikan dengan BB secara Sub Cutan (SC), setelah 10-15 menit diberikan anastesi umum.

Teknik operasi
            Hewan diletakkan dengan posisi dorsal rekumbensi diatas meja operasi, cukur bulu daerah kranial skrotum dan didesinfektan dengan alkohol 73% dan yodium tinktur 3%. Daerah operasi ditutup dengan kain steril (dook steril) berlubang. Skrotum di tonjolkan keluar. Panjang Incisi kulit pada daerah kranial skrotum seperlunya menembus kulit dan jaringan subkutan menuju funiculus spermatikus, incisi secara hati-hati  tunica vagilanalis sampai terlihat testis kemudian testis didorong keluar dari skrotum lemak-lemak yang menempel pada penggantung testis kemudian diligasi pembuluh darah yang menuju testis hingga darah benar-benar sehingga suplai darah ketestis tidak ada lagi, kemudian pada bagian atas penggantung testis dijepit dengan menggunakan mosquito forcep. Selanjutnya dipotong pada bagian ujung dari penggantung testis yang sudah diligasi dengan menggunakan scalpel. Mosquito forcep dilepaskan perlahan-lahan jika terjadi pendarahan maka diligasi kembali. Kedua testis dipotong dengan perlakuan sama. Selanjutnya tunica vaginalis dijahit dengan catgut cromik 000, kulit ditutup dengan jahitan pola simple interupted  dengan benang nilon. Bekas operasi di semprotkan dengan prokain penisilinoil G dan juga di injeksi dengan prokain penisilin oil secara IM dengan dosis 20.000-40.000 U/g dan injeksi vitamin B-komplek secara IM serta dan pada bekas luka dioleskan salap SWAT dan WONDER DUST setiap hari.

PROSES KASTRASI ANJING JANTAN






1. Anjing yang sudah dibius dan dicukur pada area yang akan dioperasi, diposisikan diatas meja operasi. Dokter akan mensterilisasi tangan dan alat-alat operasi yang akan digunakan , serta mengenakan sarung tangan untuk memastikan kebersihan seluruh proses operasi.




2.    Proses penyayatan kulit dilakukan dengan hati-hati menggunakan silet operasi khusus yang sangat tajam untuk memastikan sayatan kulit yang bersih dan rapi, kurang lebih sekitar 5 cm.









3. Proses pengeluaran kedua testis anjing.




4.    Pemotongan testis pada salurannya. Saluran diikat dengan benang khusus sebelum dipotong.





5.    Besar testis anjing sekitar 3 cm.





6.    Setelah testis berhasil diangkat, dokter akan menggunakan benang operasi khusus dan menjahit area yang terbuka tadi.






7.    Setelah dijahit rapi, area tersebut akan ditutupi kain kasa.





8.  Kemudian ditutup plester untuk memastikan supaya area tersebut tetap bersih dan tidak mudah digigit/digaruk anjing.




9.    Anjing dipakaikan elizabeth collar untuk mengamankan luka operasi dari gigitan anjing.
Ctt: Seluruh proses operasi kastrasi berjalan sekitar 30 menit, dan  kastrasi tergolong operasi ringan sehingga anjing jantan dapat segera bermain ringan dalam 2 hari, tanpa meninggalkan segala bentuk proteksi terhadap luka dari gigitan/garukan anjing sampai luka benar-benar sembuh total.

Perawatan Pasca Operasi
            Pasien yang telah dioperasi ditempatkan dalam kandang yang bersih dan kering. Luka operasi tersebutdijaga dan dikontrolkebersihan dan kesembuhannya. Diperiksa secara kontinyu selama 3-5 hari dengan memberikan antibiotik. Pemberian obat-obat sportif seperti vitamin B-komplek dapat dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Jahitan luka biasanya dibuka setelah kering dan benar-benar tertutup. Pasien tersebut harus dikontrol dengan baik perawatan kesehatan maupun makanannya.

KESIMPULAN

            Kastrasi/Orchidektomi merupakan sebuah prosedur operasi/bedah dengan tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (terbius umum). hewan yang akan dikastrasi harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar hewan dikastrasi ketika berumur sekitar 5-8 bulan. Kastrasi juga bisa dilakukan pada hewan-hewan yang lebih tua. Tergantung umur hewan, beberapa tes seperti X-ray, tes darah & urin bisa dilakukan untuk memastikan seekor hewan layak dioperasi atau tidak.
Banyak keuntungan dari tindakan mengkastrasi hewan jantan lebih awal (sebelum masa puber). Resikonya timbulnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan hormon testosteron yang dihasilkan testis dapat diperkecil dengan tindakan kastrasi diantaranya:
1. Mencegah Kelahiran Anak Kucing Yang Tidak Diinginkan
2. Kurang Agresif Terhadap Kucing Lain.
3. Spraying/Urine marking
4. Tidak Suka Berkeliaran
5. Lebih Jarang Terluka
6. Peningkatan Genetik
7. Mengurangi Resiko Tumor & Gangguan Prostat
8. Cenderung Lebih Manja
   Sedangkan kerugian yang ditimbulkan setelah kastrasi adalah :
1. Obesitas/kegemukan
2. Feline Urinary Syndrome (FUS)



DAFTAR PUSTAKA
http://www.indofamilypets.com/index.php?option=com_content&task=view&id=581&Itemid=63

PYOMETRA


Pyometra berasal dari bahasa latin yaitu “pyo” yang artinya nanah dan “metra” kandungan, jadi pyometra adalah infeksi yang disertai penimbunan nanah yang menyebar didalam uterus (Anonimous, 2007). Menurut Ressang (1984), pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh bakteri-bakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan tertentu menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal yang disebut dengan endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada lapisan uterus. Pada hewan pasca estrus progesteron meningkat selama 8-10 minggu dan menebalkan lapisan uterus untuk mempersiapkan lingkungan uterus yang sesuai untuk kehidupan foetus. Jika kehamilan tidak terjadi karena beberapa hal, lapisan tersebut akan terus menebal dalam bentuk nodul-nodul yang mengeluarkan cairan kental sehingga menciptakan suasana lingkungan yang ideal di dalam uterus untuk pertumbuhan  bakteri (Anonimous, 2004).

Penyebab
Kejadian pyometra sangat sering terjadi pada anjing sesudah birahi, bila dari anamnesa diketahui anjing tidak pernah kawin maka infeksi-infeksi sekunder dari mikroorganisme yang secara normal hidup dalam uterus dianggap sebagai causa penyebab pyometra. Mikroorganisme ini menyebabkan proses radang, kemungkinan pyometra juga terjadi karena anjing yang estrus tidak terjadi konsepsi. Gangguan ini menghasilkan kadar estrogen dalam darah anjing yang berlebihan (hyperestrogen), dalam keadaan ini hanya sedikit leukosit yang menuju ke dalam mukosa vagina dan mungkin inilah yang menyebabkan infeksi dalam uterus mudah terjadi. Nanah dan hasil sekresi dari kelenjar-kelenjar uterina menimbun di dalam uterus karena kontraksi uterus berkurang bahkan tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan hormon progesteron yang mengganggu fungsi bagian posterior kelenjar pituitarian (Anonimous, 2007; Ressang, 1984).
            Secara umum pyometra juga sering terjadi pada hewan betina yang tua, berupa pyometra tertutup dan terbuka yang tergantung pada jumlah nanah yang terkandung didalam uterus. Leleran nanah pada vagina yang berbau khas sangat jelas terlihat gejalanya pada pyometra terbuka. Pyometra tertutup ditandai dengat tersumbatnya cervik uterus, pada kasus ini tidak adanya presentasi  leleran dari vagina sehingga indikasi dari pyometra sangat sulit ditentukan (Foster dan Smith, 2007).
Menurut Anonimous (2004), Faktor predisposisi terjadinya pyometra adalah pemakain obat-obatan yang berbasis progesteron, penggunaan estrogen dapat juga meningkatkan progesteron. Obat dengan kandungan steroid kedua hormon ini sering digunakan untuk memperlakukan kondisi-kondisi tertentu untuk tujuan reproduktif.
Cervik uterus merupakan pintu masuknya mikroorganisme ke dalam uterus yang selamanya tertutup, kecuali pada saat estrus. Bakteri yang normalnya ditemukan didalam vagina dapat masuk dengan mudah pada saat terjadi estrus, jika kondisi uterus normal bakteri yang masuk tidak akan bisa bertahan hidup, jika kondisi dalam uterus tidak normal akibat adanya cystik kondisi didalam uterus merupakan tempat yang sempurna untuk perkembangan bakteri. Pyometra sering terjadi sekitar 1-2 bulan pasca estrus, pyometra bisa saja terjadi pada hewan muda dan hewan dewasa, bagaimanapun juga pyometra sangat sering terjadi pada hewan yang berumur tua akibat dari estrus yang tidak disertai dengan kehamilan, akibatnya perubahan lingkungan uterus yang tidak sesuai dan ini merupakan salah satu predisposisi untuk pyometra.

Gejala Klinis
Gejala klinis dari pyometra sangat tergatung pada kondisi cervik uterus yang bersifat terbuka atau tertutup, jika bersifat terbuka nanah dari uterus akan terlihat keluar melalui vagina dan bulu dibawah ekor terlihat kotor. Demam, lesu, anoreksia dan stress dapat muncul pada hewan menderita pyometra. Jika cervik uterus tertutup, maka nanah yang terbentuk didalam uterus tidak mampu mengalir keluar melalui vagina sehingga nanah akan terakumulasi didalam uterus dan dapat menyebabkan bengkak/penggelembungan pada daerah abdomen. Bakteri-bakteri yang terdapat didalam uterus akan melepaskan toksin-toksin yang akan diserap dan dibawah melalui sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan biasanya dapat berakhir dengan kematian. Patogenesa penyakit ini pada hewan betina yang mengalami pyometra tertutup berlangsung sangat akut, hewan akan memperlihatkan gejala anoreksia, sangat lesu, depresi, muntah atau sering terjadinya diare (Kirana, 2007; Reese, 2007; Dawson, 2006).




                       
Gambar: Pyometra Terbuka dan Tertutup

Diagnosa
            Hasil dianogsa dapat diperjelas jika terjadi pemucatan pada vagina atau membesarnya daerah abdomen dan keluarnya nanah melalui vagina pada pyometra tertutup, pemeriksaan darah biasanya akan memperlihatkan gambaran sel darah putih yang sangat meningkat, kerusakan ginjal dapat juga terjadi akibat dari toksin-toksin dari bakteri, bagaimanapun juga semua kelainan ini umum terjadi pada kejadian infeksi oleh bakteri. Dignosa dengan x-ray dapat dilakukan untuk memastikan penyebab pembengkakan daerah abdomen dan uterus.

Gambar : Diagnosa Pyometra melalui Foto Rongent.

Penanganan
Ada beberapa tindakan yang tidak populer pada penanganan pyometra yaitu dengan penyuntikan prostaglandin, oxytosin dengan tujuan untuk membuat kontraksi pada servik uterus sehingga nanah dan bakteri dapat dikeluarkan, tindakan ini tidak selamanya berhasil dan memiliki batasan-batasan yang penting. Hormon-hormon ini dapat menyebabkan efek samping dan kegelisahan, suara terengah, muntah, deficasi, salivasi, dan nyeri abdomen. Efek samping terjadi sekitar 15 menit pasca penyuntikan dan bertahan dalam beberapa jam, efek ini dapat dikurangi dengan cara memperlakukan mereka dengan lembut dan mengajak jalan-jalan selama 30 menit setiap dilakukan suntikan yang bertujuan mengurangi stres. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyuntikan preperat steroid ini adalah dosis pemberiannya, karena ini berhubungan dengan kontraksi uterus, ruptur uterus dapat terjadi jika kontraksi berlebihan akibat dosis steroid yang berlebihan. Jika ini terjadi menyebabkan tertumpahnya nanah ke dalam rongga abdomen, ini sering terjadi pada kasus pyometra tertutup (Anonimous, 2007).
Gambar : Penanganan pyometra melalui operasi panhisterektomi

Perawatan terbaik dapat dilakukan secara pembedahan, yaitu dengan mengangkat uterus dan ovarium, tindakan ini disebut dengan Ovariohyterectomy / Panhisterectomy (spey), hewan penderita pyometra biasanya memerlukan tindakan fluid therapy setiap kali mereka sakit, pemberian antibiotik selama 1-2 minggu sangat penting dilakukan (Kirana, 2007).

SCABIES

Pendahuluan
Scabies adalah penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak dii Indonesia dan cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang ditandai dengan gejala klinis gatal pada kulit. Parasit S. scabiei adalah ektoparasit yang menyerang hewan terutama pada bagian kulit yang dapat menurunkan produksi daging, kualitas kulit, dan mengganggu kesehatan masyarakat (ISKANDAR, 1982., SARDJONO et al., 1998).
Semua hewan ternak dapat terserang penyakit ini pada seluruh tubuh, namun predileksi serangan scabies pada tiap-tiap hewan berbeda-beda, pada kerbau di punggung, paha, leher, muka, daun telinga. Pada kelinci disekitar mata, hidung, jari kaki kemudian meluas ke seluruh tubuh. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kambing dibandingkan pada domba (MANURUNG et al., 1990).
Penyakit scabies pada manusia dapat menimbulkan gejala klinis gatal, oleh karena itu dapat menyebabkan kegelisahan pada penderita. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis terutama di kalangan anak-anak dari masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang tertutup atau berkelompok, dengan tingkat sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah (SARDJONO et al., 1998). Timbulnya penyakit ini disebabkan pola dan kebiasaan hidup yang kurang bersih dan benar, salah satu faktor yang dominan yaitu, penyediaan air yang kurang atau kehidupan bersama dengan kontak yang relatif erat (SUNGKAR, 1991)


PENYEBAB
Scabies, penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. Scabei var homonis, pada babi oleh S. scabie var suis, pada kambing oleh S. scabie var caprae, pada biri-biri oleh S. scabie var ovis. Tungau ini berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang kaki. Dua pasang kaki dibagian anterior menonjol keluar melewati batas badan dan dua pasang kaki bagian posterior tidak melewati batas badan. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur.
Sarcoptes scabie betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama
lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (
HARTADI, 1988).


Keterangan : 1. Anus, 2. Telur, 3. Alat kelamin
Sumber : SUNGKAR, 1991

Gambar 2. Sarcoptes scabiei A. Betina tampak dorsal,
 B. Jantan tampak ventral




SIKLUS HIDUP
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar (FAUST dan RUSSEL, 1977).
Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.  Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari (Andi, Djuanda.1999).
 Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi.

GEJALA
Babi yang menderita scabies memperlihatkan kegatalan ditandai dengan  menggesekkan bagian tubuh yang gatal ke dinding kandang, kulit menjadi tebal, kasar, dan kering. Peradangan pada kulit dapat dilihat dengan adanya papula merah kecil dan eritema, kulit ditutupi oleh lapisan keras keabuan dan membentuk lipatan besar, lesi kulit pada bagian kepala terutama bagian telinga bisa ke ekor dan kaki akhirnya ke seluruh tubuh. Babi muda yang terinfeksi scabies akan terhambat pertumbuhannya (DIRJENAK dan JICA, 1999).
Kambing penderita scabies memperlihatkan gejala gatal-gatal pada kulit, kemudian kulit akan melepuh terutama di daerah muka dan punggung, akhirnya cepat meluas ke seluruh tubuh. Kambing yang terinfeksi penyakit scabies menunjukkan gejala kekurusan, penurunan kualitas kulit, di samping itu dapat menimbulkan kematian (MANURUNG et al., 1992).
Pada kerbau gejala klinis gatal dengan predileksi di punggung, paha, leher, muka, daun telinga bisa sampai seluruh tubuh (Gambar 3). Jika daerah muka terutama sudut mulut terserang maka akan terjadi kesulitan dalam mengambil dan mengunyah pakan sehingga menjadi hewan kurus, sehingga dapat menurunkan produksi daging. Scabies menyebabkan kualitas kulit menurun dan menimbulkan kematian (ISKANDAR et al., 1982).
Pada manusia gejala klinis yang ditimbulkan adalah gatal-gatal terutama pada malam hari (pruritis nokturna), yang dapat mengganggu ketenangan tidur. Gatal-gatal ini disebabkan karena sensitisasi terhadap ekskret dan sekret tungau pada bagian yang terinfeksi yang didahului dengan timbulnya bintik-bintik merah  (rash). Tempat predileksi terutama terjadi pada lapisan kulit yang tipis seperti jari tangan, pergelangan tangan bagian dalam, sikubagian luar, lipatan ketiak depan, pusar, daerah pantat, alat kelamin bagian luar pada laki-laki dan areola pada wanita. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki (KISWORO,1995). Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 cm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ini ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder, di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papula kecil (SUNGKAR, 1991).






Keterangan : A. Permukaan kulit, B. Terowongan pada lapisan tanduk, C. Telur, D. S. scabiei

Sumber : HOEDOJO, 1989

Gambar 1. Sarcoptes scabiei bunting membuat terowongan dan
 bertelur di kulit


DIAGNOSA
Dasar diagnosis scabies adalah gejala klinis, diagnosis scabies dipertimbangkan bila terdapat riwayat gatal yang persisten dengan gejala-gejala klinis seperti yang diuraikan di atas dan konfirmasi agen penyebab tungau, larva, telur atau kotorannya dengan pemeriksaan mikroskopis (SUNGKAR, 1991).
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2001) :
  1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
  2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
  3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
  4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Terdapat beberapa bentuk scabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1991):
1. Scabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Scabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Scabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Scabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4. Scabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama scabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan scabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Scabies Norwegia. Scabies Norwegia atau scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies
biasa, rasa gatal pada penderita scabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Scabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
6. Scabies pada bayi dan anak. Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).
7. Scabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita
penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat
tidur dapat menderita scabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium dilakukan untuk konfirmasi diagnosis S. scabie dapat ditemukan didalam terowongan yang dibuat oleh tungau tersebut. Kemudian diidentifikasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : Mengeluarkan S. skabiei dengan ujung jarum atau skalpel dari bagian terminal terowongan dan memeriksanya dibawah mikroskop setelah lebih dulu dimasukan dalam tetesan KOH 10% yang ditempatkan diatas kaca objek (BINTARI, 1979).
Membuat kerokan kulit di daerah sekitar papula, kemudian dibuat sediaan di atas kaca objek dengan kaca tutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop (Ovedoff, David. 2002).
Membuat tes tinta terowongan dengan cara menggosok papula yang terdapat pada kulit menggunakan ujung pena yang mengandung tinta. Setelah papula tertutup oleh tinta dan didiamkan selama 20 - 30 menit, tinta kemudian diusap/dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes ini dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis-garis zig-zag (HOEDOJO, 1989).




PENGOBATAN
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu:
1. Permetrin. Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher anak
usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih
2. Malation. Malation 0,5 % dengan daasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian
3. Emulsi Benzil-benzoat (20-25 %). Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur. Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam. pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering
5. Monosulfiran. Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2 – 3 bagian dari air dan digunakan selama 2 – 3 hari.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan). Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.
7. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai antiscabies dan antI gataL (http://www.medinfo.co.uk/condition/scabies.html)
Selain itu Pengobatan scabies juga dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan).
Pengobatan pada anjing diberikan cairan asam benzoat atau menteteskan asam benzoat dibagian kemerahan tersebut.Lakukan berulang atau setiap hari sampai terlihat kerak kemerahan mengelupas dan kutu mati terangkat bersamaan kulit yang mengelupas. BerIkan obat minum anti alergi agar anjing tidak terlalu menggaruk yang menjadikan luka pada permukaan kulit.
Apabila sudah terlalu parah berikan suntikan IVERMECTIN.0.2 ml/10 kg berat bdn. Ivermectine tidak dapat diberikan pada anjing collie Berikan antibiotic cefat/sipro 25 mg /kg BB untuk penyembuhan luka yang terjadi infeksi karna bakteri. Untuk memandikan anjing tersebut gunakan shampo yang mengandung ketokonasol dicampur dengan shampoo Hidrocortison
Pengobatan scabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang scabies agar tidak tertular kembali penyakit scabies. Yang terpenting dalam pengobatan scabies, adalah seluruh orang yang tinggal ditempat yang sama dengan penderita juga harus diobati. Semua pakaian, handuk, bantal, kasur harus dijemur dibawah sinar matahari. Tujuannya agar tungau mati karena sinar matahari. Pakaian dicuci dengan menggunakan cairan karbol. Dan bila semua telah dilakukan, terpenting adalah mengubah cara hidup sehari-hari dengan tidak saling meminjamkan pakaian dan barang pribadi lainnya ke orang lain.



KESIMPULAN DAN SARAN

Scabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas terutama dalam lingkungan peternakan rakyat, karena obat yang mujarab seperti ivermectine, asuntol, neguvon sulit didapat dan mahal. Pada manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat tertutup dengan pola kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih rendah, pengobatan dan pengendalian skabies sangat sulit.
Disarankan untuk mencari obat alternatif yang praktis dan bisa dijangkau oleh masyarakat bawah seperti campuran daun delima dan jeruk nipis, campuran bawang merah dan cuka, abu kulit buah labu, campuran daun ketepeng dan minyak tanah, oli bekas dan salep belerang.





















DAFTAR PUSTAKA


Andi, Djuanda.1999.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.FK UI. Yogyakarta

Anonimus. 2003. Penyakit Scabies dan pengobatannya

BINTARI, 1979. Dasar Prasitologi Klinis. PT. Gramedia, Jakarta. hal. 535.

DIRJENAK dan JICA, 1999. Manual Standar Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperative Agency (JICA).

FAUST, E.C. and P.F. RUSSEL. 1977. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 614-617.

HOEDOJO. 1989. Diagnosis Skabies dengan Tinta. Maj. Parasitol. Ind. 2(3&4): 91- 96.

HARTADI, S. 1988. Penyakit Zoonosis pada Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UNDIP. Semarang. hal 8-23.

ISKANDAR, T. 1982. Invasi ulang scabies (Sarcoptes scabiei) pada kerbau lumpur (Bos bubalus) dengan pengobatan salep asuntol 50 WP konsentrasi 2% dan perubahan patologik kulit. Penyakit Hewan. 23: 21- 23.

MANURUNG, J. 1990. Prevalensi kutu, pinjal dan tungau pada kambing dan domba di 4 Kabupaten di Jawa Timur. Seminar Parasitologi Nasional VI dan Kongres Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit (P4I) V. Pandaan, Jawa Timur 23-25 Juni 1990.

SARDJONO, T.W. 1998. Faktor-faktor terhadap keberhasilan Penanggulangan scabies di Pondok Pesantren. Maj. Parasitol. Ind., 11: 33-42.

SUNGKAR, S. 1991. Cara pemeriksaan kerokan kulit untuk menegakkan diagnosis scabies. Maj. Parasitol. Ind. 61-64.

Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa Aksara: Jakarta